Soal Revisi UU Anti Monopoli, Ini Saran Pengusaha

Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat akan direvisi. Usulan revisi diajukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ke DPR.

Menurut Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, revisi UU tersebut seharusnya menyentuh substansi, termasuk kelembagaannya.
"Posisi KPPU itu harus jelas apakah dia bagian dari sistem peradilan atau bukan di dalam keputusan mahkamah konstitusi beberapa waktu lalu dinyatakan bahwa KPPU adalah lembaga administratif. Kalau dia lembaga administratif artinya dia bukan bagian dari sistem peradilan," ujar Iwantono dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (5/12/2017).

Ia menjelaskan, prosedurnya selama ini dari pengadilan negeri lalu ke pengadilan tinggi. Bukan seperti yang terjadi, yaitu peradilan pertama diisi oleh KPPU baru setelah itu langsung ke Mahkamah Agung. "Proses hukum yang berlaku di peradilan dalam arti bahwa pengadilan tingkat pertama itu yang sesungguhnya. Jadi pengadilan tingkat pertama itu pengadilan negeri lalu kemudian banding ke pengadilan tinggi. Bukan seperti sekarang jadi pengadilan tingkat pertama itu di KPPU sendiri lalu kemudian setelah itu ke Mahkamah Agung," tuturnya.

"Kalau seperti itu dia kan menjadi lembaga peradilan. Harusnya lembaga administratif," sambung Iwantono.
Menurutnya, KPPU itu bukan regulator sehingga seharusnya tidak masuk ke dalam ranah eksekutif, yang bisa dilakukan adalah memberi saran pertimbangan kepada pemerintah tapi hanya khusus pada persaingan usaha.


Sanksi denda

Sementara itu, masalah lain, kata Iwan, terkait dengan denda. Di mana denda yang ditetapkan dalam UU dinilai sangat tinggi dan bahkan dapat mematikan bagi pelaku usaha. Sehingga membuat pelaku usaha enggan melakukan investasi "Ini denda kan antara 5% sampai 30% dari sales. Nah denda ini tentunya sangat membuat pelaku usaha takut dengan 30% dari sales penaltinya bisa mematikan pelaku usaha karena sebetulnya di ritel mencari untung 2% saja sudah setengah mati. Ini benar-benar membuat pelaku isaha tidak termotivasi untuk investasi," terangnya.

Terakhir adalah masalah terkait extra territory enforecment yang mana aturan ini dinilai memiliki dampak yang merugikan bagi perusahaan di Indonesia. Walaupun dinilai baik, peraturan ini juga berlaku timbal balik.
Sebagai informasi, peraturan ini terkait kewenangan memeriksa dan menghukum pelaku usaha di luar Indonesia.

"Isu lain yang mucul di revisi UU adalah extra territory enforecment artinya hukum ini KPPU punya kewenangan memeriksa dan menghukum pelaku usaha di luar indonesia. Ini satu set yg luar biasa tapi bersifat timbal balik jad di luar negeri bisa menghukum kita dan ini bukan menguntungkan karena kan kenyataannya pelaku usaha banyak sekali yang mungkin tidak diperlakukan wajar oleh pelaku di Indonesia ini," jelasnya.
Hal ini pun disimpulkan kembali bahwa dapat berisikp bagi perekonomian Indonesia khususnya investasi. Sehingga ia meminta adanya pertimbangan dalam revisi UU tersebut.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kondisi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Triwulan I 2019

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) TRIWULAN I 2019

Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Update April 2019