Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2018
KETENAGAKERJAAN
a. Angkatan Kerja
Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang atau meningkat 2,95 juta orang jika dibanidngkan tahun sebelumnya (Agustus 2017), tetapi menurun 2,93 juta orang jika dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja pada Februari 2018. Dari total angkatan kerja tersebut (pada Agustus 2018), sebanyak 124,01 juta orang bekerja dan 7 juta orang menganggur. Sementara tahun sebelumnya (Agustus 2017), dari total 128,06 juta orang angkatan kerja, 121,02 juta orang bekerja dan 7,04 juta orang menganggur. Artinya terjadi peningkatan angkatan kerja sebesar 2,95 juta orang, peningkatan penduduk yang bekerja sebesar 2,99 juta orang, serta penurunan pengangguran sebesar 0,04 juta orang atau 40 ribu orang dalam setahun.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus 2018 meningkat 0,59 persen poin dibandingkan Agustus 2017. TPAK Agustus 2017 sebesar 66,67 persen. Kemudian TPAK meningkat pada Agustus 2018 menjadi 67,26 persen. Menurut BPS, hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan potensi ekonomi dari sisi penawaran tenaga kerja. Berdasarkan jenis kelamin, TPAK laki-laki Agustus 2018 sebesar 82,69 persen dan TPAK perempuan sebesar 51,88 persen. Sementara setahun sebelumnya (Agustus 2017) TPAK laki-laki sebesar 82,51 persen dan TPAK perempuan sebesar 50,89 persen. Artinya dalam setahun terjadi pula peningkatan TPAK menurut jenis kelamin: TPAK laki meningkat 0,18 persen dan TPAK perempuan meningkat 0,99 persen.
b. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2018 sebesar 5,34 persen. Sebelumnya, TPT Agustus 2017 sebesar 5,50 persen. Artinya terjadi penurunan TPT dalam setahun sebesar 0,16 persen. Dalam setahun terakhir tersebut terjadi penurunan jumlah pengangguran sebanyak 40 ribu orang. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Desember 2018 menyatakan bahwa pada Agustus 2018, TPT tertinggi terdapat pada Provinsi Banten, yaitu sebesar 8,52 persen. Sementara TPT terendah terdapat pada Provinsi Bali, yaitu sebesar 1,37 persen. Berdasarkan provinsinya, penurunan TPT tertinggi dicapai oleh Provinsi Maluku dengan penurunan sebesar 2,02 persen. Sementara peningkatan TPT terbesar dicapai oleh Provinsi NTB yang meningkat sebesar 0,40 persen.
Tabel 1. Persentase TPT Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2017 dan 2018 (persen)
No
|
Provinsi
|
2017
|
2018
|
No
|
Provinsi
|
2017
|
2018
|
||||
Feb
|
Agt
|
Feb
|
Agt
|
Feb
|
Agt
|
Feb
|
Agt
|
||||
1
|
Aceh
|
7,39
|
6,57
|
6,55
|
6,36
|
18
|
Nusa Tenggara Barat
|
3,86
|
3,32
|
3,38
|
3,72
|
2
|
Sumatera Utara
|
6,41
|
5,60
|
5,59
|
5,56
|
19
|
Nusa Tengggara Timur
|
3,21
|
3,27
|
2,98
|
3,01
|
3
|
Sumatera Barat
|
5,80
|
5,58
|
5,55
|
5,55
|
20
|
Kalimantan Barat
|
4,22
|
4,36
|
4,15
|
4,26
|
4
|
Riau
|
5,76
|
6,22
|
5,72
|
6,20
|
21
|
Kalimantan Tengah
|
3,13
|
4,23
|
3,18
|
4,01
|
5
|
Jambi
|
3,67
|
3,87
|
3,65
|
3,86
|
22
|
Kalimantan Selatan
|
3,53
|
4,77
|
3,86
|
4,50
|
6
|
Sumatera Selatan
|
3,80
|
4,39
|
4,02
|
4,23
|
23
|
Kalimantan Timur
|
8,55
|
6,91
|
6,90
|
6,60
|
7
|
Bengkulu
|
2,81
|
3,74
|
2,70
|
3,51
|
24
|
Kalimantan Utara
|
5,17
|
5,54
|
4,68
|
5,22
|
8
|
Lampung
|
4,43
|
4,33
|
4,33
|
4,06
|
25
|
Sulawesi Utara
|
6,12
|
7,18
|
6,09
|
6,86
|
9
|
Kepulauan Bangka
Belitung
|
4,46
|
3,78
|
3,61
|
3,65
|
26
|
Sulawesi Tengah
|
2,97
|
3,81
|
3,19
|
3,43
|
10
|
Kepulauan Riau
|
6,44
|
7,16
|
6,43
|
7,12
|
27
|
Sulawesi Selatan
|
4,77
|
5,61
|
5,39
|
5,34
|
11
|
DKI Jakarta
|
5,36
|
7,14
|
5,34
|
6,24
|
28
|
Sulawesi Tenggara
|
3,14
|
3,30
|
2,79
|
3,26
|
12
|
Jawa Barat
|
8,49
|
8,22
|
8,16
|
8,17
|
29
|
Gorontalo
|
3,65
|
4,28
|
3,62
|
4,03
|
13
|
Jawa Tengah
|
4,15
|
4,57
|
4,23
|
4,51
|
30
|
Sulawesi Barat
|
2,98
|
3,21
|
2,45
|
3,16
|
14
|
DI Yogyakarta
|
2,84
|
3,02
|
3,06
|
3,35
|
31
|
Maluku
|
7,77
|
9,29
|
7,38
|
7,27
|
15
|
Jawa Timur
|
4,10
|
4,00
|
3,85
|
3,99
|
32
|
Maluku Utara
|
4,82
|
5,33
|
4,65
|
4,77
|
16
|
Banten
|
7,75
|
9,28
|
7,77
|
8,52
|
33
|
Papua Barat
|
7,52
|
6,49
|
5,67
|
6,30
|
17
|
Bali
|
1,28
|
1,48
|
0,86
|
1,37
|
34
|
Papua
|
3,96
|
3,62
|
2,91
|
3,20
|
Indonesia
|
5,33
|
5,50
|
5,13
|
5,34
|
Berdasarkan daerahnya, TPT perkotaan lebih tinggi dibandingkan TPT perdesaan pada Agustus 2018, yaitu sebesar 6,45 persen TPT perkotaan dan 4,04 persen TPT perdesaan. Setahun sebelumnya, pada Agustus 2017, TPT perkotaan 6,79 persen dan TPT perdesaan 4,01 persen. Artinya dalam setahun tersebut TPT perkotaan mengalami penurunan sebanyak 0,34 persen, sedangkan TPT perdesaan mengalami peningkatan sebanyak 0,03 persen.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, TPT yang tertinggi masih didominasi oleh tingkat SMK dengan besaran TPT 11,24 persen pada Agustus 2018. TPT terbesar menurut pendidikan selanjutnya adalah TPT SMA sebesar 7,95 persen. TPT terendah adalah TPT SD sebesar 2,43 persen. Artinya pengangguran lebih didominasi oleh lulusan SMK dan SMA. Sementara lulusan SD justru memiliki pengangguran terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lulusan pendidikan rendah (seperti SD) lebih menerima dipekerjakan dalam bidang apapun sehingga tingkat penganggurannya rendah. Akan tetapi berbeda dengan lulusan pendidikan menengah yang justru menjadi lebih pemilih dalam mencari pekerjaan.
Tabel 2. Persentase TPT Menurut Tamatan Tingkat Pendidikan (persen)
Tingkat Pendidikan
|
Agustus 2017
|
Februari 2018
|
Agustus 2018
|
SD ke bawah
|
2,62
|
2,67
|
2,43
|
SMP
|
5,54
|
5,18
|
4,80
|
SMA
|
8,29
|
7,19
|
7,95
|
SMK
|
11,41
|
8,92
|
11,24
|
Diploma I/II/III
|
6,88
|
7,92
|
6,02
|
Universitas
|
5,18
|
6,31
|
5,89
|
c. Tenaga Kerja
Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2018 sebanyak 124,01 juta orang. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan setahun sebelumnya (Agustus 2017) dimana penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 sebanyak 121,02 juta orang. Artinya selama setahun penduduk yang bekerja meningkat sebesar 2,99 juta orang.
Berdasarkan status pekerjaan utama, pada Agustus 2018 sebanyak 53,52 juta orang atau sebesar 43,16 persen penduduk bekerja pada sektor formal, sedangkan sisanya sebanyak 70,49 juta orang bekerja pada sektor informal atau sekitar 56,84 persen. Jumlah pekerja yang bekerja di sektor informal tersebut berkurang sebanyak 0,19 persen dibandingkan tahun sebelumnya (Agustus 2017). Menurut status pekerjaan utama, pekerja terbagi menjadi pekerja formal dan pekerja informal. Pekerja formal terdiri atas penduduk yang bekerja dengan status berusaha dengan dibantu buruh tetap dan penduduk dengan status buruh/karyawan/pegawai. Sementara pekerja dengan status lainnya (berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas di pertanian, serta pekerja bebas di nonpertanian) termasuk pekerja sektor informal (lebih jelas dapat dilihat pada Skema 1).
Jika dilihat menurut status pekerjaan utama, pada Agustus 2018 status yang memiliki persentase tertinggi adalah buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebesar 39,70 persen. Sementara status pekerjaan dengan persentase terendah adalah pekerjaan utama pengusaha yang dibantu buruh tetap, yaitu sebesar 3,46 persen. Dalam setahun (Agustus 2017 menuju Agustus 2018), hampir seluruh persentase pekerja menurut status pekerjaan utama mengalami penurunan, kecuali status berusaha dibantu buruh tidak tetap dan berusaha dibantu buruh tetap yang justru mengalami peningkatan persentase. Peningkatan persentase penduduk menurut status pekerjaan utama yang tertinggi dicapai oleh status berusaha dibantu buruh tidak tetap, sedangkan penurunan tertingginya dicapai oleh status pekerja bebas pertanian.
Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga dapat dilihat berdasarkan penyerapannya dalam tiap sektor ekonomi. Berikut data penyerapan tenaga kerja menurut lapangan pekerjaan pada Agustus 2017 dan Agustus 2018.
Tabel 3. Persentase Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (Sektor Ekonomi) (persen)
Sektor Ekonomi
|
Agustus 2017
|
Agustus 2018
|
Perubahan
|
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
|
29,68
|
28,79
|
-0,89
|
Perdagangan
|
18,57
|
18,61
|
0,04
|
Industri Pengolahan
|
14,51
|
14,72
|
0,21
|
Konstruksi
|
6,72
|
6,69
|
-0,03
|
Akomodasi & Makan Minum
|
5,71
|
6,18
|
0,47
|
Jasa Pendidikan
|
4,94
|
4,89
|
-0,05
|
Jasa Lainnya
|
4,96
|
4,85
|
-0,11
|
Transportasi & Pergudangan
|
4,18
|
4,35
|
0,17
|
Administrasi Pemerintahan
|
3,79
|
3,78
|
-0,01
|
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial
|
1,47
|
1,49
|
0,02
|
Jasa Keuangan & Asuransi
|
1,43
|
1,45
|
0,02
|
Jasa Perusahaan
|
1,37
|
1,34
|
-0,03
|
Pertambangan & Penggalian
|
1,15
|
1,17
|
0,02
|
Informasi dan Komunikasi
|
0,68
|
0,72
|
0,04
|
Pengadaan Air
|
0,34
|
0,38
|
0,04
|
Real Estate
|
0,25
|
0,32
|
0,07
|
Pengadaan Listrik dan Gas
|
0,25
|
0,27
|
0,02
|
Berdasarkan lapangan pekerjaan (sektor ekonomi), penyerapan tenaga kerja tertinggi pada Agustus 2018 diduduki oleh sektor pertanian, yaitu sebesar 28,79 persen. Sementara penyerapan tenaga kerja terendahnya adalah sektor pengadaan listrik dan gas sebesar 0,27 persen. Jika dibandingkan penyerapan tenaga kerja menurut sektor lapangan pekerjaan selama setahun (Agustus 2018 dibandingkan dengan Agustus 2017), sektor yang mengalami peningkatan tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor akomodasi dan makan minum dengan peningkatan penyerapan tertinggi, yaitu sebesar 0,47 persen. Sementara sektor yang mengalami penurunan tertinggi terjadi pada sektor pertanian yang menurun sebesar 0,89 persen.
Berdasarkan tamatan pendidikan pekerja, tenaga kerja yang terserap paling banyak pada Agustus 2018 dicapai oleh pekerja dengan tamatan pendidikan SD ke bawah, yaitu sebanyak 50,46 juta orang atau 40,69 persen dari total pekerja. Sementara pekerja dengan tamatan pendidikan SMK sebanyak 13,68 juta orang atau 11,03 persen menjadi tingkat tamatan pendidikan yang paling rendah menyerap tenaga kerja. Untuk tenaga kerja tamatan SMP terserap sebanyak 22,43 juta orang (18,09 persen), tenaga kerja tamatan SMA terserap sebanyak 22,34 juta orang (18,01 persen), serta tenaga kerja tamatan pendidikan diploma terserap sebanyak 3,45 juta orang dan tamatan universitas terserap sebanyak 11,65 juta orang (12,18 persen untuk keduanya).
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Agustus 2017), penyerapan tenaga kerja mengalami peningkatan hampir pada seluruh tamatan pendidikan, kecuali untuk tenaga kerja tamatan SD ke bawah yang justru mengalami penurunan sebesar 1,44 persen. Sementara peningkatan penyerapan tenaga kerja tertinggi dicapai oleh tenaga kerja tamatan pendidikan SMK yang meningkat sebesar 0,63 persen. Sisanya mengalami peningkatan namun tidak sebesar peningkatan pada tamatan pendidikan SMK.
Berdasarkan jam kerja, pekerja yang dominan pada Agustus 2018 adalah pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) dengan persentase sebesar 71,31 persen. Kemudian disusul oleh pekerja paruh waktu sebesar 22,07 persen. Persentase terendah ada pada pekerja setengah menganggur sebesar 6,62 persen. Menurut Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Desember 2018, jumlah pekerja tidak penuh atau pekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam dalam seminggu pada Agustus 2018 berjumlah sebanyak 35,58 juta orang meningkat 1,76 juta orang dari tahun sebelumnya (Agustus 2017). Selain itu, pekerja yang memiliki jam kerja kurang dari 15 jam seminggu berjumlah sebanyak 9,10 juta orang meningkat 0,77 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.
RATA-RATA UPAH BURUH
Rata-rata upah buruh nasional berdasarkan hasil Sakernas pada Agustus 2018 yang lalu adalah sebesar 2,83 juta rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Agustus 2017), upah buruh ini meningkat 90 ribu rupiah.
Berdasarkan kategori lapangan pekerjaan, rata-rata upah buruh tertinggi terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian dengan upah rata-rata sebesar 4,64 juta rupiah. Sementara rata-rata upah terendah terdapat pada sektor jasa lainnya dengan rata-rata upah sebesar 1,63 juta rupiah. Dari 17 sektor lapangan pekerjaan, sebanyak 8 sektor diantaranya memiliki rata-rata upah dibawah rata-rata upah buruh nasional: jasa pendidikan (2,82 juta rupiah); konstruksi (2,72 juta rupiah); industri pengolahan (2,70 juta rupiah); pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dna daur ulang (2,62 juta rupiah); perdagangan besar dan eceran, reparasi, perawatan mobil dan motor (2,39 juta rupiah); penyediaan akomodasi dan makan minum (2,24 juta rupiah); pertanian, kehutanan, dan perikanan (1,89 juta rupiah); serta jasa lainnya (1,63 juta rupiah).
Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata upah buruh laki-laki tertinggi adalah sebesar 3,06 juta rupiah dan rata-rata upah buruh perempuan tertinggi adalah sebesar 2,04 juta rupiah. Upah tertinggi untuk buruh laki-laki terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar 4,68 juta rupiah. Sementara upah tertinggi untuk buruh perempuan terdapat pada sektor pengadaan listrik dan gas, yaitu sebesar 4,42 juta rupiah. Di sisi lain upah terendah untuk buruh laki-laki terdapat pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 2,03 juta rupiah dan upah terendah untuk buruh perempuan terdapat pada sektor jasa lainnya sebesar 1,29 juta rupiah.
Berdasarkan tamatan pendidikan, upah buruh tertinggi dicapai oleh buruh tamatan pendidikan universitas, yaitu sebesar 4,59 juta rupiah. Sementara upah terendahnya dicapai oleh buruh tenaga kerja tamatan SD ke bawah, yaitu sebesar 1,71 juta rupiah, hal tersebut sesuai dengan peraturan hasil Sakernas yang menyatakan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan maka upah yang didapatkan akan semakin tinggi. Akan tetapi, upah buruh menurut tamatan pendidikan tersebut juga berbeda jika dilihat menurut jenis kelamin. Upah buruh laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan upah buruh perempuan pada setiap jenjang pendidikan yang ditamatkan. Pada jenjang pendidikan dengan rata-rata upah buruh tertinggi, jenjang universitas, upah buruh laki-lakinya mencapai 5,39 juta rupiah, sedangkan upah buruh perempuannya hanya mencapai 3,76 juta rupiah. Begitu pula dengan jenjang pendidikan terendah, jenjang SD ke bawah, upah buruh laki-laki mencapai 1,96 juta rupiah, sedangkan upah buruh perempuannya hanya mencapai 1,20 juta rupiah.
Komentar
Posting Komentar