Kondisi Kemiskinan di Indonesia Tahun 2019 (Data terbaru Maret 2019)
A.
Kondisi
Kemiskinan Maret 2019
Kemiskinan merupakan salah
satu isu global yang menjadi perhatian penting bagi pemerintah
tiap negara. Penanggulangan kemiskinan merupakan tantangan terbesar
dan pemerintah telah menetapkan target penanggulangan kemiskinan yang ambisius untuk jangka
pendek dan menengah. Penetapan target ini
merupakan bagian dari Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang
digariskan oleh pemerintah.
Berdasarkan
laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dapat dilihat dari Tabel 1
menunjukkan data terakhir (Maret 2019)
bahwa jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 25,1
juta jiwa yang terdiri atas 9,9
juta jiwa di perkotaan dan 15,1
juta jiwa di pedesaan. Jumlah penduduk miskin Indonesia tersebut menurun
sekitar 805 ribu
jiwa dibandingkan Maret
tahun sebelumnya (Maret 2018)
yang mencapai 25,6 juta jiwa.
Jika dilihat berdasarkan persentasenya,
penduduk miskin di Indonesia pada Maret
2019 dibandingkan Maret 2018 juga mengalami penurunan. Persentase
penduduk miskin pada Maret 2018
sebesar 9,82
persen. Angka tersebut menurun pada Maret
2019
menjadi 9,41
persen. Berikut perkembangan penduduk miskin di Indonesia per bulan Maret-September dari tahun 2012 hingga
tahun 2019.
Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di
Indonesia tahun 2015-2019 (Maret-September)
Keterangan
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
||||
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
|
Perkotaan
(ribu jiwa)
|
10652.64
|
10619.86
|
10339.77
|
10485.64
|
10673.83
|
10272.55
|
10144.37
|
10131.28
|
9994.8
|
Perdesaan
(ribu jiwa)
|
17940.15
|
17893.71
|
17665.62
|
17278.68
|
17097.39
|
16310.44
|
15805.43
|
15543.31
|
15149.92
|
Jumlah
(ribu jiwa)
|
28592.79
|
28513.57
|
28005.39
|
27764.32
|
27771.22
|
26582.99
|
25949.8
|
25674.58
|
25144.72
|
Persentase
|
11.22
|
11.13
|
10.86
|
10.7
|
10.64
|
10.12
|
9.82
|
9.66
|
9.41
|
Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah GK dikategorikan sebagai penduduk
miskin. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada Maret 2019, garis kemiskinan Indonesia berada pada
nilai Rp442.063 perkapita
perbulan di perkotaan dan Rp404.398
perkapita perbulan di pedesaan. Nilai garis kemiskinan tersebut meningkat
dibandingkan Maret tahun sebelumnya (Maret 2018) yang sebesar
Rp415.416 perkapita
perbulan di perkotaan dan Rp383.908
di pedesaan. Peningkatan garis kemiskinan dapat menggambarkan terjadinya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 2 Garis kemiskinan Indonesia 2015-2019
(Rupiah/kapita/bulan)
Keterangan
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
||||
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
|
Garis
kemiskinan (non makanan + makanan) perkotaan
|
342541
|
356378
|
364527
|
372114
|
385621
|
400995
|
415614
|
425770
|
442063
|
Garis kemiskinan
(non makanan + makanan) pedesaan
|
317881
|
333034
|
343647
|
350420
|
361496
|
370910
|
383908
|
392154
|
404398
|
Sumber:
Badan Pusat Statistik (2019)
Garis kemiskinan terdiri dari GKM dan GKNM, dimana
berdasarkan Tabel 3 peranan dari GKM berdasarkan komoditi makanan jauh
lebih besar dibandingkan dengan komoditi bukan makanan. Berdasarkan
komoditi makanan dapat dilihat bahwa baik di perkotaan dan pedesaan
komoditi makanan memiliki peran yang lebih besar, dan diantara komoditi
makanan yang paling besar kontribusinya terhadap GK adalah beras sebesar
20,59 persen di perkotaan dan 25,97 persen di pedesaan. Kemudian disusul
oleh rokok kretek filter sebesar 12,22 persen di perkotaan dan 11,36 persen
di pedesaan, dan pada urutan ketiga kontribusi terbesar disumbang oleh
telur ayam ras sebesar 4,26 persen di perkotaan dan 3,53 persen di
pedesaan. Sedangkan pada komoditi bukan makanan yang memiliki peran
terbesar pada GK adalah perumahan 8,16 persen di perkotaan dan 7,26 persen
di pedesaan. Urutan kedua ditempati oleh komoditi bensin sebesar 4,28
persen di perkotaan dan 3,50 persen di pedesaan dan urutan ketiga
penyumbang terbesar pada GK adalah listrik 3,8 persen di perkotaan dan 2,04
persen di pedesaan.
|
Tabel 3 Daftar
komoditi yang memberi sumbangan besar terhadap Garis Kemiskinan (GK) beserta
kontribusinya (%), Maret 2019
Sumber:
Badan Pusat statistik (2019)
Menurut
laporan BPS, salah satu ciri kemiskinan Indonesia adalah tingginya disparitas kemiskinan antarwilayah. Nilai disparitas tersebut dapat dilihat dengan melihat seberapa besar perbedaan
tingkat kemiskinan
(persentase penduduk miskin) tertinggi dan terendah.
Pada Maret 2019,
persentase penduduk miskin tertinggi dicapai oleh Provinsi Papua, yaitu sebesar
27,53 persen. Sementara persentase penduduk miskin
terendah dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 3,47 persen. Kesenjangan yang cukup besar
diantara kedua persentase tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki
tingkat disparitas yang tergolong tinggi.
Selain jumlah dan
persentase penduduk miskin, indeks
kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) juga dapat
menunjukkan kemiskinan suatu wilayah. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran
masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Berdasarkan
Tabel 4 indeks kedalaman kemiskinan
Indonesia pada Maret
2019 sebesar 1,55 persen
menurun 0,16 persen dibandingkan Maret 2018.
Indeks keparahan kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran
diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Indeks keparahan kemiskinan (P2) Indonesia pada Maret 2019
sebesar 0,37 persen menurun 0,07 persen
dibandingkan Maret
2019. Penurunan indeks kedalaman kemiskinan menunjukkan
kesenjangan kemiskinan semakin menurun. Sementara indeks keparahan kemiskinan
menunjukkan tingkat keparahan kemiskinan yang juga menurun. Kedua indeks
kemiskinan tersebut menujukkan penurunan yang artinya terjadi perbaikan masalah
kemiskinan di Indonesia. Berikut data indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks
keparahan kemiskinan (P2) di Indonesia 2015-2019.
|
Tabel
4 Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Keparahan kemiskinan (P2) (persen)
Keterangan
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
||||
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
|
P1
|
1.97
|
1.84
|
1.94
|
1.74
|
1.83
|
1.79
|
1.71
|
1.63
|
1.55
|
P2
|
0.53
|
0.51
|
0.53
|
0.44
|
0.48
|
0.46
|
0.44
|
0.41
|
0.37
|
Sumber:
Badan Pusat Statistik (2019)
B. Kondisi Ketimpangan Maret 2019
Salah
satu bahasan yang berhubungan erat dengan kemiskinan adalah ketimpangan. Ketimpangan dapat diukur dengan
beberapa ukuran, salah satunya adalah menggunakan koefisien gini (gini ratio). Perhitungan indeks gini
menghasilkan nilai antara 0 hingga 1. Nilai indeks gini yang semakin tinggi
menunjukkan ketidakmerataan pendapatan yang juga semakin tinggi. Nilai indeks
gini nol menunjukkan bahwa distribusi pendapatan merata (kemerataan sempurna). Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai
indeks gini Indonesia pada Maret
2019
sebesar 0,382.
Nilai tersebut menurun dari nilai indeks gini pada Maret 2018 yang sebesar 0,389 yang artinya pendapatan masyarakat
Indonesia semakin merata.
Jika nilai indeks gini dilihat
berdasarkan daerah (perkotaan dan pedesaan), maka akan terlihat bahwa umumnya
nilai indeks gini perkotaan lebih besar dibandingkan nilai indeks gini
pedesaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan lebih besar terjadi di
daerah perkotaan dibandingkan di daerah pedesaan. Berikut data indeks gini
Indonesia bulan September tahun 2012 hingga 2018.
Tabel
5 Data indeks Gini Indonesia Tahun 2015-2019
Keterangan
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
||||
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
September
|
Maret
|
|
Total
|
0.408
|
0.402
|
0.397
|
0.394
|
0.393
|
0.391
|
0.389
|
0.384
|
0.382
|
Perkotaan
|
0.428
|
0.419
|
0.41
|
0.409
|
0.407
|
0.404
|
0.401
|
0.391
|
0.392
|
Pedesaan
|
0.334
|
0.329
|
0.327
|
0.316
|
0.32
|
0.32
|
0.324
|
0.319
|
0.317
|
Sumber:
Badan Pusat Statistik (2019)
Berdasarkan
laporan dari Badan Pusat Statistik ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2018-Maret 2019 antara
lain:
- Rata-rata upah nominal buruh tani per hari pada Maret 2019 naik sebesar 2,29 persen dibanding September 2018 (dari Rp52.665,- menjadi Rp53.873,-). Di samping itu, rata-rata upah riil buruh tani per hari pada Maret 2019 naik sebesar 0,93 persen dibanding September 2018, yaitu ( Rp38.205,- menjadi Rp38.561,-). Jika dibandingkan dengan Maret 2018, nilai nominal dan riil upah buruh tani mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,41 persen dan 2,25 persen.
- Rata-rata upah nominal buruh bangunan per hari pada Maret 2019 sebesar Rp88.637,-, naik 2,24 persen dibanding September 2018 yang sebesar Rp86.648,- dan naik 3,21 persen dibanding Maret 2018 yang sebesar Rp85.880,-. Di samping itu, upah riil buruh bangunan per hari pada Maret 2019 naik sebesar 0,76 persen dibanding September 2018, yaitu dari Rp64.744,- menjadi Rp65.237,-. Jika dibandingkan dengan Maret 2018, upah riil buruh bangunan per hari naik sebesar 0,71 persen.
- Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2019 sebesar 5,01 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaaan pada Februari 2018 dan Agustus 2018 dengan penurunan masing-masing sebesar 0,12 persen poin dan 0,33 persen poin.
- Selama periode September 2018–Maret 2019, tingkat inflasi umum cukup rendah, yaitu sebesar 1,52 persen.
- Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Januari 2019, Februari 2019, dan Maret 2019 selalu berada diatas 100, dengan nilai berturut-turut sebesar 103,33; 102,94; dan 102,73.
- Pada periode September 2018–Maret 2019, secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok antara lain daging ayam ras, minyak goreng, gula pasir, cabai rawit, dan cabai merah mengalami penurunan dengan besaran sebagai berikut: daging ayam ras turun 1,85 persen, minyak goreng turun 2,12 persen, gula pasir turun 1,22 persen, cabai rawit turun 11,21 persen, dan cabai merah turun 10,35 persen.
- Menurut desil pengeluaran per kapita per bulan, rata-rata pengeluaran per kapita pada kelompok penduduk 10 persen terbawah (Desil 1) periode September 2018–Maret 2019 mengalami peningkatan sebesar 4,32 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan GK pada periode tersebut yang sebesar 3,55 persen.
- Pelaksanaan program Rastra (beras sejahtera) sudah sesuai jadwal. Menurut data Perum BULOG realisasi distribusi program Rastra Januari 2019 sebesar 99,47 persen, Februari 2019 sebesar 98,8 persen, dan Maret 2019 sebesar 98,50 persen.
- Terdapat peningkatan cakupan penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Jumlah Kabupaten/Kota penerima Program BNPT yang terealisasi pada Triwulan I 2019 mencapai 219 kab/ kota. Jumlah ini meningkat 61 kab/kota dibandingkan Triwulan III 2018.
Komentar
Posting Komentar