Pengaruh Perkembangan Unicorn terhadap Perekonomian Indonesia
Pengaruh
Perkembangan Unicorn terhadap Perekonomian Indonesia
Saat
ini di Indonesia sudah memiliki empat startup
yang menyandang gelar unicorn yaitu
Traveloka, Gojek, Bukalapak dan Tokopedia.
Nilai valuasi unicorn di Indonesia pada periode Januari-Februari 2019
menunjukkan Go-jek dengan valusi yang tumbuh 90 persen dari bulan Januari
mencapai USD 9,5 miliar pada bulan Februari 2019 atau setara dengan Rp 133
triliun dengan kurs Rp 14.000/USD.
Kedua, Tokopedia dengan valuasi USD 7 Miliar atau setara Rp 98 triliun.
E-Commerce asal Indonesia tersebut telah mendapat pendanaan secara terbuka (disclosed) senilai USD 2,45 miliar.
Ketiga, Traveloka dengan valuasi yang meningkat sebesar 105 persen dari periode
sebelumnya dan mencapai USD 4,1 miliar atau setara dengan Rp 57,4 triliun dan
keempat, Bukalapak dengan valuasi USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun.
Pemilik
dari empat unicorn di Indonesia diantaranya, Ferry Unardi, Traveloka (posisi
ke-146 orang terkaya di Indonesia, kekayaan US$145 Juta), William Tanuwijaya,
Tokopedia (posisi ke-148, kekayaan US$130 juta), Achmad Zaky, Buka Lapak
(posisi ke-149, kekayaan US$105 juta), Nadiem Makarim, Gojek (posisi ke-150,
kekayaan US$100 juta). Berdasarkan Katadata, Bukalapak
menempati urutan teratas perusahaan rintisan (startup) di Indonesia dengan skor 87,711 menurut Startup Ranking
per Juni 2019. Secara global, Bukalapak berhasil menembus posisi 18 dan saat ini
Bukalapak memiliki lebih dari 100 ribu penjual dan 700 ribu barang. Sementara
Traveloka di posisi 37 global, Go-jek posisi 256 global untuk kategori
transportasi online, dan Tokopedia
peringkat 18 dunia dan sudah termasuk company
rank.
Adapun permasalahan di tengah tumbuh pesatnya perusahaan
startup di Indonesia adalah kurangnya akses modal dan sumber daya manusia
(Katadata,2018). Menurut situs Startup Ranking per 21 Maret 2019, jumlah
startup (perusahaan rintisan berbasis teknologi) Indonesia mencapai 2.074.
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di posisi kelima sebagai negara dengan
startup terbanyak di dunia namun keberadaan startup yang masih mendominasi di
wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) membuktikan
kurangnya pemerataan.
Kehadiran startup tentu saja harus memiliki dampak bagi
negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan, setidaknya permasalahan
umum sebagian besar orang. Adapun kontribusi perusahaan unicorn bagi Indonesia,
yaitu Hasil riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Indonesia (LD FEB UI) menyebutkan bahwa Go-Jek berkontribusi Rp 8,2 triliun
dan Rp 1,7 triliun per
tahun ke dalam perekonomian nasional, melalui penghasilan mitra pengemudi dan penghasilan
Mitra UMKM. Selain itu pada
tahun 2018, setidaknya terdapat 4 juta UMKM yang telah menjadi mitra
Bukalapak (artikel bisnis tempo) dan 5 juta mitra UMKM yang telah bergabung
dengan Tokopedia (Katadata). Sementara itu, menurut Vice President Corporate
Communications Go-Jek, Michael Reza Say, hingga Juni 2018, ada 150 ribu
pedagang yang bergabung dengan Go-Jek dan 80 persen di antaranya ialah UMKM.
Hal ini menunjukan bahwa kontribusi penyerapan mitra UMKM oleh unicorn (Tokopedia, Go-Jek, dan
Bukalapak) terhadap UMKM nasional adalah sebesar 7,9 persen, 0.19 persen, dan
6,34 persen. Kehadiran perusahaan startup
berstatus unicorn juga telah membuka lapangan pekerjaan yang
besar di Indonesia. Pada tahun 2018,
Tokopedia telah menciptakan lapangan pekerjaan untuk 5 juta orang dan Go-jek
sebesar 1 juta orang melalui jumlah mitra pengemudi. CEO Go-Jek, Nadiem Makarim, juga
menyebutkan bahwa rata-rata pendapatan para pengemudi yang bermitra dengan
Gojek mencapai Rp 4 juta.
Kehadiran unicorn telah
memberikan dampak positif bagi Indonesia, tetapi Indonesia juga harus waspada
terhadap ancaman-ancaman yang mungkin terjadi. Ancaman yang dimaksud adalah
pertama, dari segi keamanan dan pertahanan negara, ancaman
Big data. Salah satu perusahaan teknologi dalam negeri yang berhasil
memanfaatkan big data adalah Go-Jek. Melalui Big Data yang mereka miliki,
Go-Jek mampu menebak perilaku para pelanggannya. Setiap startup digital seperti
Go-jek, bukalapak, Traveloka, Tokopedia, pasti memiliki Bigdata yang didapat
dari setiap transaksi yang terjadi pada aplikasi tersebut. Permasalahannya,
server big data ini berada di luar negeri. Hal ini terjadi karena Indonesia
belum memiliki server sendiri.
Kedua,
adanya capital outflow yang
disebabkan oleh banyaknya investor dari luar negeri sebagai penyuntik dana
untuk berkembangnya unicorn di Indonesia. Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai
perusahaan teknologi berstatus unicorn di Indonesia berisiko akan diambil
perusahaan asing jika tidak diatur dengan baik dimana dapat terjadi arus modal
keluar. Ketiga, adanya pergeseran tren yang telah menggeser aspek bisnis yang
dijalankan secara konvensional. Salah satu contohnya adalah dua perusahaan
taksi konvensional ternama di tanah air, Blue Bird Group dan Express Group pun
mengakui, bahwa kemunculan aplikasi transportasi online berdampak pada
lunglainya pendapatan perusahaan tersebut dalam dua tahun terakhir. Hingga
Semester I 2017, Blue Bird hanya mampu membukukan laba sebesar Rp 194 miliar.
Sementara Express mengalami kerugian Rp 133 miliar (finance.detik.com,
5/10/2017). Berikut kasus-kasus persaingan usaha di beberapa negara:
1.
Kerjasama antara Pemerintah Indonesia
dan Arab Saudi dalam bidang ekonomi digital
Traveloka dan Tokopedia
akan mengambil bagian dari kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan Arab
Saudi dalam inisiasi pengembangan
Umrah Digital Enterprise (Kemenkominfo). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
yang baru disahkan pada sidang Paripurna DPR RI tanggal 28 Maret 2019 Pasal 86
ayat (2) “Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan melalui PPIU”. Pada
pasal 89 UU No. 8 Tahun 2019, mengatur bahwa PPIU wajib dimiliki oleh WNI
beragama Islam. Ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap hak beribadah
umat Islam hanya boleh diselenggarakan oleh umat Islam. Oleh karena itu unicorn
Tokopedia dan Traveloka belum tentu sesuai untuk menjalankan usaha dalam
“urusan ibadah” umat Islam.
2.
Tindakan
monopoli oleh Google di Uni-Eropa
Menurut laman Hukumonline.com Google merupakan
perusahaan yang memiliki pangsa pasar sebesar 90% dalam hal Mesin Pencari (search engine) untuk Uni-Eropa. Berdasarkan
rilis yang dikeluarkan European
Commission pada Rabu, (18 Juli 2018), setidaknya terdapat 3 alasan
penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh Google di pasar Uni Eropa:
pertama, kesepakatan ilegal yang dilakukan oleh Google Search dengan browser
apps. Kedua, pembayaran ilegal tergantung pada pra-pemasangan Google Search secara eksklusif. Ketiga,
obstruksi ilegal (menghalang-halangi) pengembangan maupun distribusi Operasi
Sistem Android pesaing. Konsekuensi dari
keputusan tersebut adalah google di denda komisi sebesar € 4.342.865.000 dan mengharuskan
Google untuk mengakhiri perilaku ilegal secara efektif dalam waktu 90 hari
sejak keputusan.
3. Tindakan monopoli oleh Google play
Berdasarkan laporan
dari KBSWorldRadio pada tanggal 25 Agustus 2018 menyatakan bahwa Free Trade
Comission (FTC) telah melalukan penyelidikan terhadap Google korea atas tuduhan
telah memaksa firma game online lokal untuk merilis aplikasinya hanya melalui
Google Play Store yang merupakan platform aplikasi seluler Google. Menurut
laporan dari HANKYOREH pada tanggal 28 Agustus 2018 dimana langkah ini
dilakukan setelah game mobile besar termasuk Lineage M NCsoft dan Revolusi
Lineage 2 Netmarble dirilis tahun lalu hanya melalui Google Play dan App Store
Apple, memicu tuduhan praktik tidak adil.
4.
Tindakan
monopoli yang dilakukan oleh Amazon di Jepang
Salah satu sumber dari
asia.nikkei.com mengatakan Amazon di duga melakukan tekanan terhadap para
pemasok agar menjual barang lebih murah
dari para pesaing Amazon, Tindakan ini
diduga agar E-commerce Amazon memenangkan persaingan terhadap kompetitor
E-Commerce lainnya. Undang-undang antimonopoli Jepang melarang perusahaan
menyalahgunakan posisi tawar superior untuk secara ilegal membuat mitra bisnis
menerima kondisi perdagangan yang tidak menguntungkan. Jenis unicorn Indonesia
yang memiliki fungsi yang sama dengan perusahaan Amazon diantaranya adalah
Tokopedia dan Bukalapak. Adanya kejadian monopolistik dikhawatirkan akan
menghancurkan bisnis-bisnis yang lain yang masih berada di level startup dan
UMKM.
5. Akuisisi
Grab dan Uber Memicu Praktik Monopoli di Singapura
Berdasarkan laporan
dari Beritagar.id pada 24 September 2018 dua unicorn luar negeri yaitu Grab dan
Uber harus menggelontorkan total $13 juta Singapura atau sekitar Rp141,54
miliar sebagai denda atas pelanggaran monopoli bisnis transportasi berbasis
aplikasi di Singapura. Denda dijatuhkan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
(Competition and Consumer Commission Singapura/CCCS). Hal ini juga perlu
diwaspadai karena Indonesia juga memiliki unicorn seperti gojek yang
dikhawatirkan juga kedepan berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat.
6. Kasus
kebocoran data oleh Facebook
Berdasarkan artikel BBC
Indonesia, menyebutkan bahwa Komisi Perdagangan Federal (FTC) telah menyelidiki
tuduhan bahwa konsultan politik Cambridge Analytica mendapatkan data hingga 87
juta pengguna Facebook dengan tidak semestinya. Dari 87 juta pengguna Facebook secara global
yang disalahgunakan oleh pihak konsultan politik untuk Pilpres AS 2016 silam
itu, satu juta pengguna di antaranya berasal dari Indonesia. Sebagai
Penggugat, ada tiga yang digugat oleh LPMII dan IDICTI, yaitu Tergugat pertama
Facebook pusat, Tergugat kedua Facebook Indonesia, dan Tergugat ketiga
Cambridge Analytica. Skandal itu memicu beberapa
investigasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pada bulan Oktober,
Facebook didenda 500.000 poundstreling oleh pengawas perlindungan data Inggris,
yang mengatakan perusahaan itu telah membiarkan "pelanggaran serius"
hukum terjadi.
Komentar
Posting Komentar