Pak Jokowi! Stimulus Corona Masih 'Bolong', Ada Masukan Nih
Dunia usaha merespons kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan pemerintah di bawah Presiden Jokowi dan Bank Indonesia (BI) terkait mengantisipasi dampak terburuk corona. Namun, bagi dunia usaha masih ada yang perlu diperbaiki terutama dalam stimulus di bidang fiskal dan percepatan pelaksanaannya di lapangan.
Ketua Kebijakan Publik Apindo/Wakil Ketua Umum PHRI Sutrisno Iwantono mengatakan menanggapi positif sisi moneter BI telah menurunkan suku bunga, dan juga GWM (Giro Wajib Minimum).
"Tentu akan ada dampaknya, tetapi transmisi dari BI ke Bank Umum tidak akan otomatis masih ada time lag, karena itu di minta Bank-Bank Umum lebih cepat meresponsnya. Di samping itu perlu ada kelonggaran/relaksasi yang lain, dan ini masih dimungkinkan karena The Fed baru menurunkan suku bunga jadi masih ada ruang buat kita," kata Iwantono kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/3).
Ia mengatakan dari sisi fiskal berupa stimulus yang Rp 10 triliun yang sudah disiapkan pemerintah perlu ada penyesuaian dan percepatan implementasi.
"Menurut saya lebih difokuskan untuk meningkatkan daya beli, dan mendorong sektor padat karya. Penurunan berbagai PPh yang diwacanakan Menteri Keuangan saya kira perlu segera implementasi," katanya.
Khusus untuk sektor pariwisata terutama hotel dan restoran yang sudah megap-megap terkena dampak buruk corona, perlu ada upaya lain agar semua pihak bisa berperan menjaga sektor bisnis perhotelan agar tak jatuh lebih dalam.
"Saya kira tidak bisa hanya dengan penggantian pajak daerah 10 persen di 10 destinasi itu, yang bermasalah saat ini diseluruh Indonesia, sehingga semuanya perlu dibantu. Tetapi akan sangat berat kalau semua ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Selama ini yang menerima pajak hotel dan restoran sebesar 10 persen adalah pemerintah daerah (Pemda) bukan pemerintah pusat, karena itu Pemda (Kabupaten/Kota) harus ikut memikul tanggung jawab ini," katanya.
Ia mengusulkan sebaiknya Pajak hotel dan restoran kalaupun tidak dibebaskan penuh seperti di 10 destinasi itu, paling tidak diturunkan misalnya menjadi 5 persen, dan pemerintah daerah ikut menanggungnya.
"Perlu diketahui bahwa stimulus pembebasan pajak di 10 destinasi itu bukan diterima oleh Hotel dan restoran, tetapi diterima oleh pemerintah daerah. Nah Pemerintah Pusat harusnya membicarakan itu dengan pemerintah daerah," katanya.
Iwan juga menanggapi soal kebijakan penambahan libur bersama di 2002. Efektivitas kebijakan ini akan sangat tergantung keberhasilan stimulus fiskal maupun moneter, terutama dalam mendorong daya beli masyarakat.
"Dampak peningkatan konsumsi belum jelas, tetapi dampak penurunan produktivitas hampir pasti. Bayangkan bila karyawan hotel disuruh libur pada masa Lebaran, mau menginap dimana orang yang pada liburan. Sementara untuk pabrik yang sudah teken kontrak dengan buyer, karyawannya libur akhirnya tidak produksi bagaimana akibatnya ya?" tanya Iwan.
Komentar
Posting Komentar