Alarm Pengusaha Cuma Kuat Sampai Juni, Tempat Kerjamu Bukan?
Para pengusaha
memperkirakan kemampuan arus kas atau cash flow mereka hanya kuat menahan
gempuran pandemi corona sampai Juni 2020. Setelah itu, mereka dipastikan tak
kuat lagi, terutama sektor-sektor usaha yang paling rentan kena dampak buruk.
Ketua Kebijakan Publik
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono, mengatakan daya tahan
pengusaha di Indonesia memang berbeda tergantung sektornya. Namun, secara umum
mereka hanya akan kuat dalam artian sanggup membiayai pengeluaran tanpa
pemasukan, sampai akhirnya tutup.
"Hasil konferensi
call kita di Apindo dengan teman-teman di daerah dan pelaku sektoral, bisa kita
ambil kesimpulan sementara daya tahan cash flow kita hanya sampai bulan Juni
tahun ini. Lewat dari itu cash flow kering, kita tidak akan sanggup membiayai
pengeluaran, tanpa pemasukan alias tutup," kata Iwantono kepada CNBC
Indonesia, Senin (6/4).
Pemerintah memang sempat
memetakan sektor yang paling rentan sampai yang paling kuat dari hantaman
corona. Kemenkeu mencatat secara urutan sektor yang paling kena dampak sampai
yang justru diuntungkan karena corona, atara lain pariwisata, konstruksi,
transportasi darat-laut-udara, pertambangan, keuangan, otomotif, usaha mikro
kecil dan menengah, pertanian, jasa logistik, jasa telekomunikasi, elektronika,
makanan dan minuman, kimia-farmasi-alat kesehatan, dan tekstil dan produk
tekstil.
Berikut rinciannya:
Travel
Agent dan Hotel Kena Duluan
Bila dirunut sejak awal,
sektor yang paling terasa kena dampaknya adalah sektor pariwisata termasuk di
dalamnya ada bisnis travel agent, perhotelan, hingga penerbangan
Sekretaris Jenderal
(Sekjen) Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Pauline Suharno, sejak awal
Maret saat kali pertama kasus positif corona Indonesia terkonfirmasi di
Indonesia, ia sudah berteriak soal penurunan penjualan karena virus corona
berdampak pada operasional perusahaan.
Banyak perusahaan travel
agent sejak awal Maret lalu tak lagi beroperasi secara penuh karena sudah
terimbas secara global saat corona belum masuk Indonesia. Usaha ini yang masih
bertahanpun tak kuat lagi bayar THR.
Sistem shift pegawai pun
tak lagi diberlakukan, ujung-ujungnya ada travel agent telah melakukan
efisiensi dan PHK. Corona memang secara langsung memperparah PHK di Indonesia.
Sektor perhotelan juga
tak kalah pelik. Okupansi kamar hotel sudah lampu merah sejak awal Maret 2020.
PHRI mencatat rata-rata okupansi hanya 30%, termasuk di Bali, Batam, dan Manado
yang kena dampak dari susutnya wisatawan asing. Namun, kurang dari sebulan,
okupansi hotel terutama di Bali sudah di level hampir 0%.
Kabar terbaru, dalam
tempo hanya sebulan, mulai April banyak hotel di Indonesia tutup sementara
karena tak ada pengunjung. PHRI mencatat setidaknya ada 698 hotel sudah tutup,
bayangkan hanya dalam satu bulan, corona sudah memaksa ratusan hotel di
Indonesia tutup. Luar biasa! Dampaknya sudah ditebak, ribuan pekerja hotel
dirumahkan atau cuti di luar tanggungan.
Kekacauan
Manufaktur, Kuat Sampai April
Di atas kertas, IHS
Markit melaporkan Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia Indonesia
Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9
sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai
pada April 2011.
"Perusahaan
manufaktur Indonesia melaporkan penurunan paling tajam dalam periode sembilan
tahun survei pada Maret disebabkan upaya untuk mencegah penyebaran virus corona
menghantam sektor ini dan menyebabkan penurunan tajam pada permintaan...,"
kata Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit.
Laporan itu cukup relevan
di lapangan, sejak awal corona menghantam China, manufaktur tertentu sudah
merasakan dampaknya terutama pada periode Februari 2020. Sektor yang bergantung
bahan baku impor mulai merasakan sulitnya mendapatkan bahan baku antara lain farmasi,
tekstil, elektronika dan lainnya.
Sehingga ketika stok
habis, dikhawatirkan tidak bisa melanjutkan produksi sebagai dampak
terganggunya rantai pasok karena pandemi corona. Risikonya pada PHK, bahkan
bisa berdampak pada perusahaan-perusahaan besar.
"Kelihatannya ini
nggak lama (produksinya) sampe April, karena mereka juga sisa stok," kata
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Johnny Darmawan kepada CNBC Indonesia,
Senin (30/3)
Sialnya sektor otomotif
yang awalnya tak terlalu mengkhawatirkan, justru termasuk yang terpukul cukup
keras imbas dari corona. Setidaknya selama Maret, penjualan mobil diproyeksikan
ambles cukup dalam karena masyarakat.
Honda secara jujur
mengakui akan menghentikan sementara produksi mobilnya di Indonesia selama dua
pekan mulai 13 April 2020. Penjualan yang lesu memang tak bisa ditutupi.
Pabrikan lain ada masih sebatas pengurangan jam produksi dengan mengatur shift
kerja. Potensi susulan mengikuti jejak Honda dari pabrik lain sangat
memungkinkan, ini juga terjadi di banyak negara yang terdampak corona.
Sektor
Penerbangan & Ancaman Bangkrut
Sektor penerbangan
sebelum ada corona memang sedang sakit, tekanan biaya operasi dan mahalnya
ongkos tiket penerbangan sudah menghantui bisnis ini sejak dua tahun terakhir
yang dibarengi dengan penurunan penumpang pesawat. Adanya corona membuat
kondisi menjadi-jadi, ibarat luka yang tersiram air cuka.
Di atas kertas, jelas
tampak terpukulnya sektor ini. BPS mencatat jumlah penumpang domestik angkutan
udara turun 8,08% pada Februari 2020 dibandingkan dengan Januari 2020.
Lebih lanjut, dia
memerinci jumlah penumpang domestik angkutan udara sebanyak 5,79 juta pada
Februari 2020, sedangkan bulan sebelumnya (Januari 2020) sebesar 6,29 juta.
Penurunan jumlah penumpang juga terjadi pada penerbangan internasional, yang
mengalami penurunan 33,04%.
Dua maskakapai sudah
memutuskan menghentikan operasi sampai akhir April, antara lain AirAsia.
Perdagangan:
Sebagian Ritel Terpukul
Sektor perdagangan memang
yang paling kompleks dari persoalan corona. Awalnya sejak corona merebak di China,
masalah suplai barang jadi persoalan terutama impor pangan seperti
produk-produk bawang putih hingga bawang bombay. Kinerja impor pun kena
dampaknya, meski ekspor membaik. Nilai ekspor pada Februari 2020 mencapai US$
13,94 miliar. Ekspor tersebut naik 11% dibandingkan pada Februari 2019.
Perdagangan di dalam
negeri, sektor ritel pangan atau swalayan offline maupun online menuai cuan,
Aprindo mencatat terjadi kenaikan 20% selama pandemi corona. Namun, tak semua
ritel dapat berkah. Pembatasan jam operasional hingga penutupan beberapa pusat
perbelanjaan di wilayah Jabodetabek justru membuat sektor department store atau
retail fashion babak belur. Ada sebagian sudah merumahkan karyawannya atau
pekerja tak mendapatkan gaji.
Komentar
Posting Komentar